Senin, 05 September 2016

Rasa Solidaritas Di Dalam Masyarakat Desa

Rasa solidaritas di dalam masyarakat desa

           

         Kehidupan di dalam masyarakat sangatlah berbeda karna banyaknya corak yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri, berkaitan tentang solidaritas, masyarakat pedesaan lebih kuat dari pada masyarakat di perkotaan, hal ini di sebabkan karena masyarakat di desa lebih kental dengan keagamaanya, faktor adat yang di turunkan atau di ajarkan oleh para leluhur mereka sampai saat ini masih di terapkan oleh masyarakat desa, di dalam masyarakat desa mereka masih melakukan kegiatan yang itu melibatkan orang banyak yang mana hal tersebut dapat memupuk rasa solidaritas masyarakat, sehingga rasa kekeluargaan mereka rasa saling menjaga di antara mereka sangat kuat.
            Di dalam jaran islam solidaritas bisa di katakn sebagai ukhuwah islamiyah , islam mengajarkan kita tentang peduli sesama muslim, untuk saling mempererat tali silaturahmi, sebagaimana di setiap kita berdoa pasti mendokaan kepada seluruh umat muslim, meminta kan ampun, ini adalah sebagai contoh bahwa islam sangat menganjurkan rasa solidaritas itu tumbuh di dalam diri setiap umat muslim.
            Di dalam pancasila yang mana adalah sebagai idieologi kita dalam sila ke 3. Persatuan indonesia.
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Di dalam pion pion sila ke 3 dari pancasila di atas terkandung tentang persatuan, kesatuan, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang mana itu adalah solidaritas untuk membangun bangsa, karena kita adalah mahluk sosial yang tidak bisa lepas dari kehidupan bermasyarakat, yang mana saling membutuhkan satu dengan yang lainya.
            Sebuah contoh perilaku solidaritas di masyarakat desa, ini adalah pengalaman saya ketika saya masih Mts, tepatnya di desa rejotangan kabupaten tulungagung tahun 2009, waktu itu adalah bulan puasa, hari sabtu sekitar pukul 11.30 telah terjadi pencurian sepeda ontel milik bapak wajir, kronologinya ketika itu bapak wajir pulang dari sawah dan memarkirkan sepedanya di dekat rumah, setelah selang beberapa menit kemudian bapak wajir mau berangkat ke masjid untuk sholat dhuhur berjama’ah, ketika mau berangkat bapak wajir mendapati sepedanya hilang, kemudin bapak wajir berteriak minta tolong kepada waraga, bahawa sepedahnya telah di curi orang, seketika itu masyarakat mulai yang muda sampai yang tua, ibu ibu yang mengetahui hal tersebut langsung bergegas untuk berpencar untuk mencarinya, ada yang membawa parang, tongkat, arit, senjata api linggis dll, mereka langsung saling berkordinasi untuk membagi arah untuk menelusuri jejak pencurinya, dengan sangat antusias kabar itu pun sudah terdengar sampai ke desa tetangga, masyarakat desa tetanggapun yang mengetahui langsung ikut mencari, selang beberapa waktu, ada informasi bahwasanya ada 2 orang yang mencurigakan bukan warga kami naik motor dengan membawa sepeda, seketika itu para pemuda langsung mengejar orang tersebut, ternyata sampai di lokasi 2 orang yang di curigai tadi sudah di hentikan dulu oleh warga yang desa tetangga yang berjaga, seketika itu juga karne pencuri itu tertangkap basah dan juga masih membawa barang bukti sepeda yang di curi milik pak wajir tadi masyarakat langsung menghajarnya di tempat, sampai babak belur, bahkan warga yang lewat di TKP ikut serta memberi pelajaran terhadap pencuri tersebut, beberapa menit kemudian polisi datang ke lokasi, tetapi melihat amarah msyarakat, polisi membiarkanya terlebih dahulu tanpa ikut campur, setelah oleh masyarakat di hajar masa, pencuri itu di arak keliling desa di telanjangi bajunya terus di ikat tanganya ke mobil, setelah itulah baru pencuri itu di serahkan ke polisi dan di bawa ke polsek, sebenarnya warga di mintai keterangan dan di mintai kesaksian atas tragedi pencurian tersebut namun warga sepakat untuk tidak memberikan kesaksian terhadap polisi.
            Pada tahun sebelumnya juga terjadi pencurian kambing milik pak daroji, kejadian itu malam hari ketika sholat tarawih pada bukan puasa juga, kronologinya ketika itu sebagian masyarakat sedang sholat tarawih, ada sebagian pemuda yang tidak ikut sholat tarawih tapi sedang nongkrong di perempatan, tiba tiba ada 2 orang yang membawa kambing di bopong naik sepeda motor, kemudian para pemuda tersebut curiga karena sebelum’’nya banyak yang melapor kecurian tapi tidak tertangkap, lantas 2 orang tersebut di hadang oleh pemuda” tersebut, dan langsung di introgasi, pencuri tersebut ketika di tanya wajahnya gugup, cemas, kecurigaan para pemuda tersebut menjadi kuat, dengan nada tinggi mereka menggeretak pencuri tersebut sehingga terdengar oleh warga sekitar, sholat trawih berahir pak daroji pilang kerumah ternyata kambinya hilng satu dan kandangnya rusak lantas pak daroji lansung ke perempatan karna pak daroji sudah mendengar ada orang emncurigakan membawa kambing yang dihadang oleh para pemuda desa, sesampainya di sana pak daroji terkejut melihat kambingnya di situ, seketika itu msyarakat yang ada menghajarnya beramai ramai, para pemuda yang mendengarnya pun berdatangan ikut serta memberi pelajaran pencuri tersebut, beberapa menit kemudian polisi datang, dan pencuri tersebut langsung di serahkan ke polisi.
            Dari kejadian kejadian di atas dapat kita ketahui bahwa masyarakat desa memiliki rasa solidaritas yang tinggi, ketika salah satu dari bagian keluaraga mereka ada yang terdzolimi, mereka semua ikut merasakanya, sebenarnya jika di tinjau dari hukum positif perilaku masyarakat yang menghakimi pencuri seperti itu dapat di kenai sangsi karena dapat melanggar HAM (hak asasi manusia), menhankimi sendiri pun juga di larang di dalam peraturan perundang undangan negara, akan tetapi masyarakat juga memiliki hukum tersendiri ya itu hukum adat, meskipun eksistensi kekuatan hukum adat di dalam undang undang selalu kalah jika ada benturan dengan hukum positif, law in book akan tidak berfungsi ketika dalam masyarakat desa yang kuat solidaritasnya, karena hukum yang mereka terapkan adalah hukum adat yang mereka patuhi, law in action hukum yang tidak tertulis tetapi mereka terpakan dan itu terus menerus di lakukan secara turun temurun dari sejak zaman leluhur kami, polisi pun yang seharusnya berpaku pada hukum positif secara tidak langsung mereka akan mengikuti hukum yang berlaku di masyarakat, walau bagemanapun hukum itu di bentuk untuk kemalahatan masyarakat, hukum di buat oleh masyarakat dan untuk masyarakat itu sendiri, jika di dalam hukum psitif pencuri itu akan di hukum ancaman pidana paling lama tujuh tahun dalam pasal 363 ayat 1, hal tersebut tidak berlaku di masyarakat karena masyarakat desa yang menganut hukum adat mereka memberlakukan hukum sesuai apa yang mereka sepakati bersama, biasanya mereka melihat faktor apa yang melatar belakangi hal tersebut, berat ringanya hukuman yang di berikan masyarakat terhadap pelaku kejahatan akan berbeda beda sesuai dengan apa yang di perbuat oleh pelaku, ketika sudah sangat keterlaluan bisa berakibat hilangnya nyawa pelaku meskipun sangat bertentangan dengan peratutran pemerintah.

            Di dalam islam memang di ajarkan solidaritas yang tinggi akan tetapi dengan pemberlakuan hukum di masyarakat yang mayoritas beragama islam sangat di larang melakukan menghakimi secara masal, akan tetapi masyarakat desa yang berpaku dengan hukum adat, bukan masyarakat agamis yang berdasarkan syari’at islam agama islam yang mereka terima berakuliturasi dengan adat istiadat leluhur mereka sehingga kurang fahamnya akan larangan’’ tersebut, dan juga karena faktor  rasa solidaritas yang sangat tinggi yang mana memngakibatkan emosi yang meluap ke tika terjadi hal yang seperti itu, sebenarnya di dalam islam jika ada pencurian akan berlaku potong tangan untuk pencurinya, tapi sahabat dalam praktiknya pernah membaebaskan seorang pencuri karena ketika di tanya pencuri itu bilang anak istrinya kelaparan di rumah, tapi sahabat juga memotong tangan seorang pencuri yang memang benar” memiliki kebiasaan mencuri padahal masih bisa mencari rezeki dengan cara yang halal, dari situ dapat kita lihat bandingan hukum islam dengan hukum adat yang ada di masyarakat berkaitan, bisa berubah ubah sesuai dengan kadar perbuatan yang di lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar